Perjalanan Menuju 2 Kota Suci: Madinah Al Munawwarah dan Makkah Al Mukarramah




Pada hari Kamis, 27 April 2017, saya dan beberapa anggota keluarga memulai perjalanan spiritual menuju Tanah Suci yang penuh berkah Ilahi. Dengan hati yang penuh semangat, kami menapaki langkah pertama di Soekarno-Hatta International Airport, Jakarta, menuju destinasi yang diidamkan oleh setiap muslim di dunia.

Saudia Airlines membawa kami melewati samudera dan cakrawala, membawa impian dan doa-doa menuju Dua Kota Suci, Madinah Al Munawwarah yang berarti Madinah Kota yang Bercahaya dan Makkah Al Mukarramah yang berarti Makkah Kota yang Mulia.


Perjalanan yang panjang akhirnya mencapai titik puncaknya ketika pesawat mendarat di King Khalid International Airport, Riyadh. Singgah sejenak di ibu kota Saudi Arabia ini memberi kami kesempatan untuk merasakan getaran budaya dan kekayaan sejarah Arab sebelum melanjutkan perjalanan ke Kota Nabi.

Dengan hati berbunga dan semangat yang membara, kami melanjutkan penerbangan menuju Prince Mohammed Bin Abdulaziz International Airport, Madinah. Kota nabi yang dipenuhi dengan kedamaian, menyambut kami dengan keindahannya yang memukau.


Pada hari pertama di Madinah, tepatnya pada Jumat, 28 April 2017, merupakan momen yang sangat berkesan bagi saya. Hotel kami yang berlokasi dekat dengan Masjid Nabawi memberikan kesempatan emas bagi kami untuk menjalankan ibadah dengan kenyamanan yang tiada tara.


Masjid Nabawi sendiri memiliki keistimewaan yang luar biasa. Sebagai tempat pemakaman Rasulullah Muhammad saw dan para sahabat, Masjid Nabawi menghadirkan atmosfer yang penuh kekhusukan, memberikan aura kemuliaan dan kehormatan bagi setiap jama'ah yang beribadah di dalamnya.

Seperti sabda Rasulullah saw: "Satu shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih afdal seribu kali daripada shalat di tempat lain, kecuali di Masjidil Haram." (Muttafaq 'alaih). Hal tersebut menunjukkan bahwa keutamaan satu shalat di Masjid Nabawi sama dengan shalat fardhu selama enam bulan di tempat lain.


Suasana yang mendamaikan serta keindahan arsitektur Masjid Nabawi yang megah sangat memukau hati saya dan para jama'ah yang lainnya.


Setelah hari mulai terik, hati saya berbunga ketika saya melintasi ambang pintu menuju Raudah, "Taman Surga" yang dihiasi dengan kesucian dan harapan. Melangkah di tengah kerumunan, berdesakan dengan jamaah lainnya yang postur tubuhnya besar-besar dan tinggi-tinggi (karena saat itu untuk masuk Raudah belum ada sistem antrian online seperti sekarang ini). Namun, alhamdulillah, Allah memberi saya kesempatan untuk dapat shalat dan memanjatkan do'a di Raudah.


Di hari kedua dan ketiga, selain Masjid Nabawi, kami berkeliling kota Madinah dan mengunjungi Masjid Quba, masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah setelah hijrah ke Madinah.


Tak hanya itu, kami juga mengunjungi Masjid Sayyid Al-Shuhada, sebuah masjid yang menjadi tempat bersejarah bagi para syuhada (orang yang wafat di jalan Allah) karena letaknya bersebelahan dengan makam 70 sahabat yang mulia.


Dari Madinah, kami melanjutkan perjalanan ke Makkah, tempat yang penuh dengan cahaya keagungan. Masjidil Haram menyambut kami dengan kehangatan yang tak tergambarkan. Saya merasakan getaran spiritual saat melihat Ka'bah yang dipenuhi dengan orang-orang beribadah di sekelilingnya. Hati saya bergetar, saya merasa sangat rendah di hadapan-Nya yang Maha Besar.



Setelah selesai Tawaf (mengelilingi Ka'bah 7 kali putaran ke kiri berlawanan arah jarum jam), tiba saatnya kami melakukan Sa'i, yakni perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah yang berjarak 450 meter dikali 7, sehingga perjalanan bolak-balik sebanyak 7 kali antara Bukit Shafa dan Marwah berjumlah kurang lebih 3,15 kilometer.

Ibadah Sa'i kami laksanakan dengan sangat nyaman, karena di bawahnya sudah dilapisi oleh marmer dingin dan di sekelilingnya terdapat banyak persediaan air zam-zam yang segar.


Pada malam harinya, saya mendapat kesempatan untuk shalat di rooftop Masjidil Haram di dekat 3 kubah yang sangat ikonis. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan.


Dari dekat Masjidil Haram kami dapat melihat dengan jelas pemandangan The Clock Towers atau orang-orang ada yang menyebutnya juga Zam-zam Tower, yang tinggi menjulang megah dengan jamnya yang merupakan jam terbesar di dunia, mengalahkan Big Ben di London.



Perjalanan kami di Tanah Suci tidak berhenti di sana. Di hari berikutnya, kami juga menjelajahi keajaiban lain yang tersembunyi di antara lembah-lembah Tanah Suci. Jabal Rahmah di Arafah, sebuah bukit dimana Nabi Adam dan Siti Hawa bertemu setelah sekian tahun berpisah di muka bumi.

Menginjak tanah suci di bawah panas terik matahari ini, membuat saya merasakan cinta dan kasih sayang Allah Swt langsung menghujam ke dalam diri. Difotokan oleh tante saya, saya pun mengabadikan momen dengan kakek dan nenek saya di tempat ini.


Pada hari-hari terakhir di Makkah, saya maksimalkan waktu untuk beribadah dan berada dekat-dekat dengan Ka'bah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw bahwa shalat di Masjidil Haram setara dengan seratus ribu kali shalat di masjid lain. Dan saya merasa sangat beruntung dapat menyentuh Ka'bah.


Setelah itu Allah Swt memberi saya kesempatan untuk dapat masuk ke area Hijr Ismail lalu shalat sunah di dalamnya. Tempat yang dahulunya adalah bagian dari Ka'bah, sehingga orang yang shalat di Hijr Ismail sama dengan shalat di dalam Ka'bah.


Saat berada di Makkah, ada satu makanan khas yang benar-benar membuat saya suka dan menjadi oleh-oleh yang paling banyak saya bawa. Kurma istimewa yang terdapat kacang almond di dalamnya. Kelezatan dan rasa manisnya membuatnya menjadi makanan yang sangat disukai oleh banyak jama'ah dari Indonesia termasuk saya.


Hingga akhirnya, pada hari Kamis, 4 Mei 2017, tiba waktunya kami pulang ke tanah air. Namun sebelum menuju bandara, kami berkesempatan mengunjungi sebuah masjid apung unik nan indah yang berada di tepi Laut Merah, yaitu Masjid Ar Rahmah, dan melaksanakan shalat di dalamnya.


Setelah itu, perjalanan kami berlanjut hingga kami tiba di King Abdulaziz International Airport, Jeddah. Kembali menggunakan Saudia Airlines, pada petang hari itu kami terbang menuju Jakarta. Di dalam pesawat, saya merenungkan seluruh perjalanan spiritual yang telah saya lalui, memikirkan betapa beruntungnya saya telah diberi kesempatan untuk menjalankan ibadah umroh di Tanah Suci.





Semoga di kemudian hari, saya dan keluarga (juga para pembaca), Allah Swt berikan kesempatan untuk dapat berkali-kali mengunjungi Dua Kota Suci ini, untuk ibadah umroh dan memenuhi Rukun Islam yang kelima: Haji. Aamiin yaa Rabbal'alamin.